The Greatest Literary Works

literary works documentation. essay on literature. student paper. etc

Yang Kurang dari Bilangan Fu

Written by eastern writer on Tuesday, July 22, 2008

Novel teranyar Ayu Utami "Bilangan Fu" mempunyai tekanan pada aspek spiritualitas. Entahlah, apakah ini merupakan perjalanan spritual penulisnya, ataukah dari hasil risetnya. Sebenarnya itu juga tak terlalu penting. Apa yang disampaikannya dalam buku itu jauh lebih penting.

Pemanjat gunung memang identik dengan seorang pencari. Yuda, tokoh aku dalam Bilangan Fu, dalam perjalanannya memperoleh pengalaman mistik mendapat bisikan berbunyi "fu". Ia mendapatkan pencerahan dari kawan barunya bernama Parang Jati yang membukakan dia akan kearifan lokal. Jati banyak mengajarkan bagaimana menjadi tokoh seperti "Semar", dan dalam sisi lain mengkritik Kupukupu, yang memandang persoalan mistik secara radikal.

Tapi jujur, saya terganggu dengan dengan kemunculan Ahmadiyah dalam novel itu. Ada kesan Ayu menambahkan bagian itu dari peristiwa aktual, sementara rentang cerita dalam novel itu berkisar pada periode 90-an akhir. Sebenarnya tak jadi soal jika kita abaikan persoalan di luar cerita dengan begitu nama-nama dan peristiwa punya dunianya sendiri seperti yang dibangun penulisnya.

Saya pribadi kurang puas, karena sebenarnya menurut saya Ayu bisa menggarap novel itu lebih menggigit dan tidak tergesa-gesa dalam penyelesaiannya. Tampak pada bagian akhir-akhir Ayu kewalahan, dan banyak mengada-ada hingga terkesan Ayu tak bisa untuk tak memunculkan seperti Ahmadiyah itu. Yang bisa dieksplorasi lagi sebenarnya tentang konsep bilangan, konsep tentang satu, tentang tuhan, yang bisa digali dari Ibnu Arabi. Barangkali karena Ayu pakai rujukan keyakinannya.

Pada bagian akhir-akhir, Ayu lebih banyak berkutat pada cerita sejarah. Memang itu penting, karena dia menyinggung sejumlah peristiwa di masa lampau yang celakannya karena pembaca dikenalkan dengan tokoh-tokoh yang sudah dikenal maka Ayu harus mengisahkannya dengan rujukan dari buku-buku sejarah. Akibatnya nasib para tokoh-tokohnya terlantarkan.

Satu lagi, banyak bagian yang diulang-ulang. Kebencian tokoh Yudha akan televisi muncul sampai berkali-kali. Capek kalau menghitungnya. Baiklah jika itu sebagai sebuah penegasan, tapi dalam sisi lain, bagi saya terasa mengganggu.

Saya suka gaya bercerita Ayu dalam novel ini, yang bisa berubah-ubah, melompat-lompat. "ketika saya menuliskan kembali cerita ini", karena dengan urutan itu, si aku banyak mendapat masukan dari Parang Jati, setelah kemudian mengolahnya kembali dan tentu saja dengan memberikan sejumlah catatan.

Novel ini patut diapresiasi karena kaya akan wacana: sejarah dan nilai-nilai lokal yang sudah banyak dilupakan generasi sekarang. Ia memtret ketegangan antara tradisionalisme dengan modernisme, dan mengajak pembaca untuk berpikir melampaui dua fase itu: berpikir postmodern.

Related Posts by Categories



  1. 0 komentar: Responses to “ Yang Kurang dari Bilangan Fu ”

Post a Comment

Thanks for your comment. I will reply your comment as soon as possible. I wonder if you would keep contact with this blog.

Quote on Art and Literature

    "There is only one school of literature - that of talent."
~ Vladimir Nabokov (1899 - 1977)



Want to subscribe?

Subscribe in a reader Or, subscribe via email:
Enter your email here:

Top Blogs Top Arts blogs

Google