Reading of Martin Lings' Poems from British Poetry in East Sufism
Written by eastern writer on Wednesday, May 14, 2008Pembacaan Puisi Martin Lings
Menyimak Penyair Inggris dalam Semesta Sufisme Timur
by Sihar Ramses Simatupang
”Nasib manusia adalah ruang dan waktu,/ bergerak dan diam/ Langit dan bumi,/ dengan Ruh bersayap dan tak bersayap/ Nafas kehidupan diembuskan ke dalam tubuh kita.” Syair di atas memiliki napas ketimuran yang sangat kental. Orang awam tak akan menyangka jika sajak ini dihasilkan seorang penyair asal Inggris bernama Martin Lings. ”Orang akan terkesan pada sajaknya yang bernada ketimuran,” kata Abdul Hadi WM, seorang penyair Indonesia.
Puisi-puisi religius karya seorang sufi sekaligus penyair Martin Lings dibacakan beberapa seniman di British Council Jl. Jend. Sudirman No. 71 Jakarta Selatan (22/11) itu, dibacakan oleh beberapa tokoh seniman Indonesia. Mereka adalah Hamid Jabbar, Rieke Dyah Pitaloka, Baby Jim Aditya dan Direktur British Council Richard Gozney.
Dengan bahasa yang indah, Lings mempertautkan metafora dengan konsep pemujaan pada ke-Tuhanan adalah ciri khas karya-karyanya. Salah satu karyanya berjudul Penari memperlihatkan bagaimana Lings berbicara tentang cinta pada Tuhan melalui simbol gerak berupa tari: ”Tari dan tidur, keduanya kepadamu dipersembahkan, wahai Ruh..” Sajaknya kerap berdialog kepada Sang Pencipta dengan teramat dekat seakan sebuah dialog yang tak mengenal batas. ”Jadilah Kau penari! Aku pun ikut menari. Kerajaan waktu dan ruang-Mu diperuntukkan padaku. Dan seperti bayangan burung layang-layang yang tak pernah salah. Pun aku, dengan menari aku akan bergantung pada-Mu.”
Sajak Penari itu dibacakan Hamid Jabbar diiringi grup musik Zapin oleh Sanggar Hajir Marawis Al-Ma'sumiyah Pimpinan H. Asmari HE. Jabbar melantunkannya dalam bentuk musikalisasi puisi dengan warna lagu Melayu sehingga pembacaan karya Lings itu mendatangkan aura tersendiri. Karya penyair Eropa itu kini sungguh menjadi ”sajak timur” dalam pembacaan seorang penyair dari Minang itu.
Pembacaan oleh Hamid Jabbar sendiri, di dalam undangan sebenarnya dijadwalkan dibaca oleh dua penyair ”kawakan” lagi pada momen itu, Sutardji Calzoum Bachri dan Taufiq Ismail. Bang Tardji (sapaan akrab penyair berkredo ”mantera” di masa lalunya itu) tidak hadir pada momen itu sedangkan Pak Taufiq dikabarkan sakit hingga saat ini.
Setelah lantunan nada Melayu pada sajak Lings, ganti Richard Gozney, mengembalikan sajak-sajak tersebut dalam bahasa aslinya, Inggris. Yang dibacakannya berjudul Birds (yang kemudian diterjemahkan oleh Abdul Hadi W.M. menjadi ”Burung-burung”). Setelah itu, Rieke Dyah Pitaloka, membacakan puisi Taman dengan ekspresif dan lantang. Baby Jim Aditya, tampil dan membacakan sajak yang berjudul Question.
Spiritual Islam
Abdul Hadi W.M mengaku telah membaca karya Martin Lings sejak 1977, lewat pemberian dua buku karya Lings dari seorang teman, antara lain buku What is Sufism dan The Element and Other Poems, dari esei sastranya hingga kaitan seni dan spiritualitas dalam Islam.
”Saya terkesan setelah berkali-kali membaca sajaknya. Mungkin ia tidak sebesar W.B. Yeats, John Keats, T.S. Eliot, T.S. Hulme, Stephen Spender atau penyair Inggris modern lainnya, tapi sajaknya mengesankan, karena ketulusan dan keotentikan pengalamannya,” ujar Abdul Hadi.
Penyair tersebut melukiskan betapa kehidupan modern begitu gersang dari sentuhan spiritualitas. Sebagai anak manusia yang dibesarkan di jantung peradaban modern Inggris juga bertahun-tahun di Mesir, dia sadar kalau dia berada dalam ketegangan corak peradaban yang berbeda. Bisa jadi, ungkapan sajak Martub tentang kerinduan kepada Tuhan, dilihat sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman. ”Jika Tuhan muncul dalam sajak mutakhir, Ia adalah Tuhan yang diragukan keberadaanya dan absurd,” ujar Abdul Hadi.
Sajak karya Lings berjudul Taman--ditulis saat kembali ke Inggris tahun 1952 -- dalam catatannya dikatakan bahwa barisnya diilhami oleh doa-doa orang Islam. Lings tak menyembunyikan perasaannya, betapa spiritualitas dan budaya Timur telah memberi makna yang besar bagi hidupnya.
Pada momen tersebut, Abdul Hadi, kemudian membedah beberapa karya-karya Lings terutama pada sisi baik dari tema, citraan, simbol maupun religiositasnya. Teknik persajakan Lings, dipandang Abdul Hadi, juga tak lepas dari tradisi Islam termasuk saat mengangkat keindahan tersembunyi dari Yang Gaib. Pada sajak Taman terlihat karyanya seperti sajak atau prosa yang lazim kita jumpai pada sajak dan prosa berirama karangan penulis Muslim baik dalam sastra Arab, Persia, Urdu maupun Melayu.
Tasawuf Lings, juga dikenal sebagai pelopor pendekatan filsafat perenial (tasawuf) dalam bidang studi agama. Lings, belajar sastra Arab dan Inggris di Oxford University dan London University. Selama 12 tahun mengajar di Cairo University terutama dalam kajian Shakespeare. Ia juga pernah menjadi konsultan ”The World of Islam Festival Trust” dan menjadi anggota ”Art Council Committee” dalam pameran ”The Art of Islam”.
Wali Songo Eropa
Nurcholis Madjid menyebut beberapa nama tokoh yang dipandang sebagai ahli sufi berkebangsaan barat sebagai ”Wali Songo Eropa” masa kini.
”Dia ahli sangat konseptual dan ahli untuk mempertemukan agama-agama,” ujar Direktur Pusat Studi Islam Paramadina, Budi Munawar Rachman. Dengan tasawuf, Lings dapat mempertemukan kerohanian, semangat yang dapat membuat semua orang dari agama mana pun bertemu, karena sama-sama punya penghayatan ke-Tuhanan. Teologi (bukan agama, red) dianggap terlalu formal didalam melihat yang benar dan yang salah.
Martin Lings, selain seorang penyair yang menghasilkan karya berupa sajak sebagai bentuk seni dan estetika yang memancar dari sumber wahyu dan sejarah kreativitas Islam, adalah seorang sarjana Eropa yang sangat berjasa memperkenalkan khazanah kerohanian Islam.
Terhadap konflik yang kerap terjadi di lingkup nasional, menurut Budi, tentu saja secara tak langsung kegiatan ini punya hubungan ke arah sana. Bagaimanapun sikap Martin Lings dapat diambil masyarakat Indonesia dalam dialog antaragama di masyarakat Indonesia yang plural.
(Esai ini termuat di Harian Umum Sinar Harapan, media dimana penulis bekerja)
0 komentar: Responses to “ Reading of Martin Lings' Poems from British Poetry in East Sufism ”